Kamis, 27 Februari 2014

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Assalamu'alaikum :)
Bismillahirrahmanirrahiim.

".....Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan....." (94:5-6)

Begitulah penggalan ayat 5 dan 6 dari Qur'an surat ke-94: Al-Insyirah. Bukanlah suatu kebetulan bahwa habis gelap, terbitlah terang. Dialah Allah, yang Maha Kuasa, yang menjanjikan kita, yang menjamin kita bahwa sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan. Namun, tidak segamblang itu ya: pernah mendengar ayat ini? "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka." (13:11). Nah, begitu juga dengan 'janji' Allah satu ini, yuk kita tengok keseluruhan arti dari surat ini :)


Q.S. Al-Insyirah
Artinya:
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
2. dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
3. yang memberatkan punggungmu?
4. dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu
5. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,
8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

Nah, dari beberapa tafsir yang saya baca, surat ini dirujukan kepada Rasulullah ketika Beliau sedang mengalami masa-masa sulit dalam berdakwah. Bagi saya sendiri, surat ini mempunyai kekuatan untuk memotivasi saya begitu dahsyat, saya bilang; This ayah gives me double extra motivation!

Jadi begini, saya baru saja melewati masa-masa berat dalam semester ganjil yang lalu. Bukan hal yang wah, justru sangat lumrah bagi mahasiswa baru. Menjalani aktivitas dari sang fajar memerah di ufuk timur hingga merona jingga di ufuk barat. Bukan, bukan karena kegiatan ospek saya mengeluh, namun karena hal lain, hal lain yang tidak bisa segamblang itu saya ungkapkan di sini. Masih kaget dengan status baru sebagai mahasiswa, belum bisa terbiasa mandiri, hingga tiba-tiba orangtua memutuskan untuk pindah ke Jakarta, menjual rumah di Sidoarjo, dan mau tidak mau saya harus stay di Surabaya sendiri, mengontrak kamar di Asrama Mahasiswa ITS. Mereka bilang, bahwa sesungguhnya rencana untuk merintis usaha di Jakarta bersama keluarga besar Ibu, telah mereka canangkan sejak hari pengumuman UN itu. Mereka baru memberitahu sekarang, sebab mereka tak mau mengusik keinginan besarku 'tuk melanjutkan kuliah di ITS, mereka takut aku akan berbalik arah memilih UI, atau PTN lain di wilayah barat sana.

Sejak saat itu pula saya harus belajar mandiri, bangun pagi dengan alarm, berangkat kuliah sendiri, cari makan sendiri, ya, semua serba sendiri. Padahal dulu... bangun pagi selalu ayah atau ibu dengan salam lembutnya, awal-awal kuliah masih diantar-jemput, dan... tentunya ibu selalu menjamin agar asupan giziku setiap harinya tercukupi, dan inilah yang paling menyesakkan dada, tiada lagi aroma asap dapur yang semerbak menggoda hidung ini 'tuk mengajak lidah menari-nari. Belum lagi, si kecil Arief, adikku yang baru berusia dua tahun, setiap akan berangkat pasti dia akan bilang "yaaahh, mbak titi sekolah lagi-sekolah lagi, berangkat lagi-berangkat lagi, ati-ati ya mbak... mmuaaah! dadaaa..." dengan logatnya yang khas dan tentunya sangat menggemaskan, tiada yang mengajarinya lontaran-lontaran itu, semuanya terlontar sebab setiap hari pulang malam ketika ia sudah terlelap, bangun-bangun melihat mbaknya akan berangkat lagi, dek, i know how you feel, because i can feel it :') Ah, menulis ini membuatku berkaca-kaca, ingin rasanya segera memeluk dia.

Karena belum terbiasa, alhasil semuanya kacau, time management merosot anjlok tak karuan, berimbas pada semangat belajarku. Semester lalu, saya benar-benar merasakan keterpurukan yang begitu menyita banyak pikiran saya, membuat saya lesu dalam menjalani hari-hari dengan beban pikiran yang sulit sekali untuk dijelaskan. Finalnya adalah pada evaluasi akhir semester serta tentunya IP. Drastis!

Astaghfirullahaladziim... Saya tak mau terus-terusan begini, saya harus bangkit, kemudian meloncat lebih tinggi, saya harus lebih bersemangat, lebih giat, lebih tekun, lebih ulet, dan lebih baik dalam segala hal. Saya tidak boleh membiarkan diri ini terpenjara oleh sifat malas bergerak dan yang selalu mencari celah dalam posisi zona nyaman. Bangkit, Nurul! Bangkit! Allah begitu sayang padamu, Allah telah menyelamatkanmu dari keterpurukan itu. Maka, dengan ini, saya Nurul Fitriani akan berjanji untuk berusaha semaksimal mungkin untuk menebus kesalahan fatal semester lalu, yes, I have to get up, and jump!


"...Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (94:7-8)

Sekian tulisan saya kali ini, semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar